Libur lebaran kemarin, aku menghabiskan waktu hanya di rumah saja. Di Madura. Nggak mudik ke rumah keluarga bapak di Jember. Meski begitu, aku tetap punya tempat untuk melepaskan penat. Mendatangi lokasi wisata yang berada nggak jauh dari rumahku. Yaitu Hutan Kera Nepa.
Habiskan Libur Lebaran di Hutan Kera Nepa
Sebenarnya ada dua jalur transportasi untuk sampai ke hutan kera Nepa, di antaranya:
- Melalui jalur darat pada umumnya. Dari arah Bangkalan bisa menuju ke jalur pantai utara melewati Arosbaya, Klampis, Sepulu, Tanjung Bumi, Banyuates sampai ke desa Batioh. Kemudian ada plank untuk jalan masuk ke lokasi.
- Bisa dengan naik perahu dari desa Nepa. Jalur ini adalah jalur favorit bagi penduduk desa Nepa. Ada ongkos transportasinya sih cuma aku nggak tahu pasti berapa besarannya. Mungkin ada di kisaran Rp. 5.000 – 10.000,-
Tapi, aku dan adikku lebih memilih jalur yang pertama. Kami naik motor dan melalui jalan masuk ke lokasi yang ada di kawasan desa Batioh. Karena konon, meski nama wisatanya adalah Hutan Kera Nepa. Wisata ini masuk dalam kawasan desa Batioh.
Melalui jalur utama ini, kami hanya dikenakan tarif parkir saja sebesar Rp. 5.000 untuk sepeda motor. Mungkin antaran Rp. 10.000 – Rp. 15.000 bagi pengguna kendaraan roda empat. Ntahlah, aku nggak tahu pasti. Yang jelas nggak ada karcis masuk untuk ke lokasi wisatanya.
Sejarah Hutan Kera Nepa
Bila kita berjalan masuk ke hutan, ada satu tempat yang sepertinya menjadi pusat dari lokasi Hutan Kera Nepa. Di sana kita akan menemukan sebuah plang berisi informasi mengenai sejarah wisata ini. Kurang lebihnya akan kuceritakan dengan alur yang kupahami.
Sang Putri yang Terhukum
Tersebutlah ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan. Rajanya bernama Prabu Sangyangtunggal. Dia memiliki seorang putri yang cantik bernama Putri Rorogung.
Alkisah, suatu malam, Sang Putri bermimpi bahwa bulan purnama jatuh dari langit dan masuk ke dalam tubuhnya. Tak lama berselang, Sang Putri pun hamil. Padahal saat itu, Sang Putri belum memiliki pendamping.
Kehamilan Putri Rorogung membuat raja murka. Dia memerintahkan patihnya bernama Patih Pranggulang agar membawa Sang Putri ke hutan untuk dipenggal kepalanya. Sang Patih nggak boleh kembali ke kerajaan sebelum perintah rajanya tuntas terlaksana.
Patih itu pun menuruti perintah raja. Sayangnya, saat akan memenggal kepala Putri Rorogung, hal aneh terjadi. Pedang yang akan dia gunakan itu terpental dari tangannya. Kejadian ini terjadi berulang kali. Hingga, dia berpikir ada yang kejanggalan dengan kehamilan tersebut.
Maka, alih-alih melanjutkan perintah rajanya. Sang Patih memutuskan untuk melindungi Putri Rorogung dan nggak mau kembali ke kerajaan. Dia pun mengubah namanya menjadi Kyai Poleng.
Lahirnya Raden Segoro
Kyai Poleng membuatkan sebuah rakit untuk Putri Rorogung yang sedang hamil. Setelah jadi, dia meminta Sang Putri untuk naik ke atas rakit. Dengan kekuatannya, rakit itu dia tendang hingga meluncur dan menyeberangi lautan. Kemudian rakitnya mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama Gunung Geger.
Saat tiba waktu melahirkan, Putri Rorogung melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Raden Segoro. Dari situlah, muncul kepercayaan bahwa keduanya adalah nenek moyang penduduk di Pulau Madura.
Putri Rorogung memutuskan untuk meninggalkan Gunung Geger ketika Raden Segoro berusia 7 tahun. Dalam perjalanannya, Putri tiba di sebuah pantai yang penuh dengan tanaman Nipah. Bersama putranya, dia memutuskan untuk tinggal di sana yang sekarang kita menyebutnya sebagai Hutan Kera Nepa.
Berjumpa Lagi dengan Sang Kakek
Beberapa tahun berselang, Kerajaan Medang Kamulan mendapat serangan dari musuh. Serangan ini berhasil memukul mundur semua prajurit.
Suatu ketika, Prabu Sangyang Tunggal mendapat wangsit bahwa musuhnya dapat dikalahkan oleh seorang pemuda yang tinggal di sebuah pulau yang tampak antara ada dan tiada bernama Lemah Duro yang lama-kelamaan kita kenal dengan sebutan Madura.
Maka, Sang Prabu pun mengutus seorang punggawa kerajaan untuk mencari pemuda tersebut. Alhasil, bertemulah mereka dengan Raden Segoro. Dengan bantuannya, kerajaan pun mendapatkan kemenangan.
Kemenangan tersebut membuat Raden Segoro mendapat anugerah berupa gelar Tumenggung Gemet yang berarti bila ia bertanding dengan musuh maka semua musuhnya akan habis). Selain itu, Prabu Sangyang Tunggal juga ingin menikahkannya dengan putrinya.
Demi memenuhi hadiah tersebut, Raden Segoro harus mengetahui silsilah keluarganya. Maka, dia pun pulang kembali ke Madura untuk bertanya pada ibunya.
Munculnya Hutan Kera Nepa
Raden Segoro kembali ke Madura dengan kawalan dari prajurit kerajaan. Dia sudah memperingati semua prajurit untuk nggak mencuri dengar pembicaraannya dengan sang ibu.
Tersebutlah bahwa Raden Segoro berusaha mendesak ibunya untuk mengatakan siapa sebenarnya ayahnya. Begitu terdesak, Putri Rorogung pun mengatakan bahwa ayah Raden Segoro adalah seorang siluman.
Ketika itulah, prajurit yang mengawa Raden Segoro ketahuan nggak menuruti perintahnya. Mereka malah mencuri dengar percakapan ibu dan anak tersebut.
Hal ini membuat Raden Segoro murka. Dia pun mengutuk semua prajurit tersebut menjadi kera dan mengubah tempat tinggalnya menjadi hutan yang kini terkenal dengan sebutan Hutan Kera Nepa.
Sementara itu, Raden Segoro dan Putri Rorogung pun dikabarkan menghilang karena masuk ke dunia Siluman bersama dengan ayahnya.
Fasilitas yang Mulai Terabaikan
Selesai dengan cerita sejarahnya, kini aku akan menceritakan pengalamanku saat mendatangi lokasinya. Sebenarnya, Hutan ini tuh nggak luas-luas banget. Cuma kurang lebih 4 hektar saja.
Ada jalan setapak yang bisa kita lalui untuk melintasi hutan. Jangan lupa membawa makanan untuk kera saat ingin melintas ya! Terus apa saja sih fasilitasnya?
Kalau bicara fasilitas yang ada di lokasi tuh sebenarnya sudah lumayan banyak. Ada spot foto yang menarik, tempat istirahat saat merasa lelah melintasi hutan, tempat peristirahatan yang ada di tepi pantai, toilet dan penjual makanan.
Cuma sayangnya, banyak sekali fasilitas tersebut yang mulai terabaikan. Beberapa malah sudah dibiarkan rusak. Aku merasa sayang banget sih.
Hal yang masih menarik menurutku adalah saat liburan seperti lebaran dan hari-hari besar lainnya, ada pemilik perahu nelayan yang bisa membawa kita ke tengah lautan. Biayanya juga nggak mahal. Cuma Rp. 5.000,- Lalu, kita bisa memberi makan kera-kera yang ada di sana. Selebihnya, aku nggak menemukan hal menarik lain.
Harapan untuk Hutan Kera Nepa
Nggak terlalu muluk sih harapanku. Mungkin fasilitas-fasilitas yang terabaikan itu kembali bisa dirawat. Aku yakin semua fasilitas tersebut cukup banget untuk menambah point of interest di lokasi ini.
Lagian ya. Tempat peristirahatannya juga bisa lho menjadi tempat kita untuk sholat bila pas waktu sholat tiba.
Pengunjung juga nggak akan keberatan kok kalau memang harus membayar karcis masuk. Asal semua fasilitasnya memang oke.
At least, Hutan Kera Nepa ini cukup bisa menjadi tempat healing bagi penduduk desa dan wisatan lokal yang ingin berkunjung. Suara deburan ombaknya menenangkan. Oksigen dari semua pohon-pohon yang ada di sini juga bisa bikin pernapasan kita lebih fresh.
Kalau kalian, liburan lebarannya kemana nih? Misalkan mau ke air terjun yang bisa nengokin pantai sekalian, kuy ke Air Terjun Toroan!
aku tetap punya tempat untuk melepaskan penat. Mendatangi lokasi wisata yang berada nggak jauh dari rumahku. Yaitu Hutan Kera Nepa.
Menarik sekali ;egenda Hutan kera Nepa ini ya, Mbak. Hanya saja, kenapa sang ibu tidak cerita saja yang sebenarnya, kalau kehamilannya itu sesuatu keajaiban. Dari mimpi bulan purnama ang masuk ke tubuhnya. Sang Raden juga agak gimana dibilang ayahnya seorang siluman. Padahal dia kan cucu raja.
Menarik pantainya, jadi kalau dikelolah dengan apik, pasti jadi tempat wisata favorit yang menyenangkan.
Wah, menarik banget ini tulisannya, Mbak.
Jadi tahu sejarah sekaligus review tempat wisata, meski fasilitasnya terbatas, ya.
Semoga ke depannya ada perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki fasilitas di Hutan Kera Nepa menjadi lebih baik.
Wah mesti ya, hampir sebagian besar suatu daerah, punya sejarahnya masing-masing. Salah satunya Hutan Kepa Nera ini. Berarti kera-kera yang ada di sana dahulunya adalah para prajurit, hehehe… Semoga wisata daerahnya semakin maju ya, aaamiiin 🤲
Menarik juga nih cerita ttg hutan kera nepa. Berarti di sana masih banyak kera berkeliaran di hutan ya? Semoga fasilitas di sana bisa diperbaiki sehingga bisa menarik wisatawan untuk berkunjung.
MasyaAllaah keknya indah bangett lho ini kak..
Ngga nyangka sama sejarahnya yang iconik nih.
Tempatnya juga bagus banget yak
Dulu waktu tinggal di malang, selalu pengen main ke madura tapi nggak pernah sempat hehe… semoga suatu hari nanti bisa traveling ke madura!
Baru tahu ada cerita tentang nenek moyang Orang Madura ini. Seru jg ya bs hamil tanpa menikah. Mgkn sdh kekuasaan Tuhan sih ya kak.
Cerita rakyat (terlepas dari benar tdknya) emang bgs banget buat ngasih bumbu2 di tempat wisata. Wisatawan akan penasaran alasan tempat itu jadi destinasi wisata.
Smg mkn banyak destinasi wisata dgn kekayaan budaya, termasuk cerita2 di baliknya.
Saya setuju kalau pemerintah hendaknya memfasilitasi pemugaran tempat wisata seperti Hutan Kera Nepa ini. Apalagi sampai ada legendanya, ini menambah nilai ekonomi.
Sudah lama sekali tidak ke Nepa, kalau pas ke Madura bapak dan ibu selalu ngajak ke sana, ke Bujuk Nepa juga. plus ke Bujuk-bujuk lain yang ada di Madura. Ups…bujuk itu apa ya bahas Indonesianya 😀
Kalau ke Jember, mampir, Kak. Eyatoreh lenggi
Sayang sekali ya tempat seindah itu, fasilitasnya kurang terawat. Seandainya diperbaiki mungkin akan jadi lebih ramai
Wow sejarahnya bikin merinding, masih ada monyet-monyetkah disana? Moga fasilitasnya dirawat kembali yaa biar banyak pengunjung
Tempat0tempat di Indonesia banyak yang selalu berhubungan dengan legenda asal muasal nya dan karena itu menarik banyak orang untuk mengunjunginya terlepas dari benar atau tidaknya cerita yang beredar.
Di luar sejarah atau legenda cerita yang menyertainya, pengelola tempat wisata seharusnya memang memperhatikan saran dan prasarana di tempat tersebut, agar para pengunjung tidak kecewa dengan kondisinya
Walaupun di hutan tapi ada pantainya juga. Asyik banget jalan-jalan ke hutan sambil menikmati sejarahnya. Aku juga suka wisata alam begini.
Terkesima dengan legendanya. Sering dengan tentang Medang Kemulan, tapi baru kali ini baca tentang Raden Segoro, Rorogung, dan Hutan Kera Nepa.
Semoga kelestarian hutan ini selalu terjaga, ya.
Hutan memang salah satu destinasi wisata alam yang cocok bagi mereka yang tidak hanya sekadar piknik saja melainkan refreshing, kalau orang zaman now bilang healing, hehe…
ini beneran ada keranya berarti ya? aku pernah ke Semarang dan main ke danau apa gtu lupa. di sana banyak banget monyetnyaa. asli jadi takut sih buat eksplor. padahal viewnya cakep banget hehe
Kutukan Raden Segoro ya ternyata.
Hemm.. semoga banyak fasilitas pendukung yang dapat dibenahi lebih baik ya, serta dapat terus diletrasikan juga untuk kera, pantainya, dan lainnya di sana
Kalau liburan kita ke tempat yang asal muasalnya ada cerita dulunya jadi lebih menarik.
Kondisi saat ini mungkin perlu diperbaiki fasilitas yang ada agar pengunjung betah di Hutan Kera Nepa.
Dari cerita itu bisa diambil hikmah, jangan suka nguping pembicaraan orang lain. Heehe
Kera nya galak ga mba? Pernah berkunjung ke 2 tempat wisata yg ada kera nya dan mereka cenderung suka genit sama pengunjung 😀
Wah sayang ya kalau masih terabaikan
Padahal punya sejarah yang penting dan bisa jadi tempat wisata yang oke banget ya mbak
wah berarti di hutan ini masih banyak kera ya? apakah keranya jinak? soalnya di sini di pulau kembang monyetnya bisa ngambil makanan orang gitu
Aslinya bagus ya Hutan Kera Nepa, eman banget kalo ngga di update fasilitasnya
Liburan lebaran nya ke pantai tanjung pendam, bangka belitung kak. Sambil nikmatin indahnya sunset nikmat yg ga bisa didapat di Jakarta.
Aku baca ceritanya, jadi tahu asal usul Madura. Btw, keranya aman enggak Mbak? Enggak mengganggu pengunjung, kan?
Sejarah tentang hutan Kera Nepa menarik juga ya, Mbak. Kalau diamati, banyak tempat wisata di negera kita yang memiliki sejarah dari zaman kerajaan dulu.
BTW, semoga semua fasilitas di hutan Kera Nepa bisa kembali dirawat, ya. Karena kondisi fasilitas tempat wisata yang terawat bisa jadi daya tarik bagi pengunjung untuk datang.
menarik banget kisahnya Mbak. Itu Raden Segoro dan Putri Rorogung bisa-bisanya dikabarkan menghilang karena masuk ke dunia Siluman bersama dengan ayahnya. tapi yang namanya cerita begini tak tahu yang bener mana dan yang buruk mana ya kak
Liburan lebaran tahun kemarin masih bisa pergi wisata terdekat, tahun ini beda, sebetulnya masih banyak tempat wisata terdekat yg belum pernah sama sekali dikunjungi
Kisah pilu gimana Hutan Kera Nepa ini bisa terbentuk ya..
Dan selalu ada legenda yang dipercaya sehingga menambah ke-kramatan sebuah tempat. Mungkin terkait fasilitas di Hutan Kera Nepa banyak yang tidak terawat, karena pandemi kemarin ya, kak.. Jadi sedikit terabaikan.
Semoga setelah pandemi ini selesai seperti saat ini, Hutan Kera Nepa semakin ramai dikunjungi wisatawan.
Healing ke hutan Kera Nepa ini recommended banget bikin otak jadi fresh dan semangat lagi menyongsong hari baru. Bisa naik kapal pula dengan harga amat murah, kereen.