Di era digital seperti sekarang, banyak brand FMCG berlomba-lomba berinvestasi dalam marketing technology (martech) stack, mulai dari CRM, CDP, automation tools, hingga retail media platforms.
Tapi ironisnya, berdasarkan data dari white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, sebanyak 54% tools yang dibeli brand FMCG tidak digunakan secara maksimal, bahkan banyak yang tidak pernah digunakan sama sekali.
Angka ini menunjukkan bukan hanya pemborosan anggaran, tapi juga kehilangan potensi efisiensi, insight, dan competitive edge yang seharusnya bisa diperoleh dari teknologi tersebut.
Kenapa Martech Tools Banyak yang Nganggur di FMCG?
Mungkin kamu berpikir sudah ‘go digital‘ hanya karena sudah berlangganan CRM, CDP, atau tools automasi marketing. Tapi apakah semua tools itu benar-benar digunakan?
Faktanya, banyak brand FMCG menginvestasikan dana besar untuk teknologi yang akhirnya menganggur.
Beberapa alasan paling umum mengapa martech stack justru sering tidak terpakai secara optimal, di antaranya:
1. Tools Dibeli Tanpa Tujuan Jelas

Banyak tools diadopsi hanya karena tren atau rekomendasi vendor, tanpa benar-benar memahami masalah apa yang ingin diselesaikan.
2. Kurangnya Integrasi Antar Sistem
Tools berdiri sendiri dan tidak terhubung satu sama lain. Akibatnya, data tersebar dan tidak bisa dimanfaatkan secara utuh.
3. Minim Pelatihan & Onboarding Tim
Tools canggih butuh pemahaman. Namun, banyak tim marketing atau trade tidak dibekali skill dan waktu untuk belajar menggunakannya.
4. Tidak Ada Owner Internal yang Bertanggung Jawab
Tanpa tim atau individu yang bertugas mengelola dan memonitor pemanfaatan tools, platform cenderung menganggur.
5. Terlalu Fokus ke Operasi, Lupa Optimasi
Banyak brand sibuk dengan eksekusi harian, dan lupa menggunakan tools untuk pengambilan keputusan, analitik, dan prediksi.
Pada akhirnya ada dampak yang lebih besar ketika kamu berinvestasi pada martech, namun tidak kamu gunakan secara maksimal, di antaranya:
- Biaya langganan membengkak tanpa menghasilkan ROI.
- Tim tidak bisa membuat keputusan berbasis data.
- Kehilangan peluang efisiensi dalam kampanye dan trade spend.
- Persaingan dengan brand lain yang sudah lebih digital-savvy.
5 Maksimalkan Martech Tools untuk Brand FMCG
Kalau kamu sudah menyadari bahwa banyak tools di perusahaanmu menganggur, kabar baiknya, kondisi ini bisa diubah.
Martech bisa menjadi mesin pertumbuhan bisnis FMCG jika digunakan dengan strategi yang tepat. Nah, di bagian ini, kamu akan menemukan langkah-langkah praktis untuk memastikan setiap tools yang kamu bayar benar-benar memberi nilai balik yang nyata.
1. Audit Tools dan Fungsi Nyatanya
Langkah pertama adalah menyusun daftar lengkap semua tools martech yang dimiliki, dari tools sederhana seperti email automation hingga platform kompleks seperti CDP atau platform retail media.
Identifikasi siapa pengguna utama, fungsi utama, dan seberapa sering digunakan. Lalu, ada baiknya kamu juga melakukan evaluasi secara rutin, apakah tools tersebut memberi dampak nyata terhadap proses atau hasil marketing?
Tools yang jarang dipakai, tidak memberikan insight yang actionable, atau hanya digunakan untuk pelaporan dasar bisa dipertimbangkan untuk dihentikan atau diganti.
2. Tentukan KPI dan Use Case Tiap Tools
Setiap tools perlu punya tujuan yang spesifik dan terukur. Misalnya, CRM digunakan untuk meningkatkan retensi dan personalization, maka KPI-nya bisa berupa repeat rate dan engagement rate.
Retail media tracker harus mampu melaporkan uplift penjualan di platform retailer. Automation tools harus mendukung campaign yang meningkatkan conversion rate. Tanpa KPI, tools hanya akan menjadi platform reporting, bukan alat penggerak pertumbuhan.
Data dari white paper Redcomm digital marketing agency Indonesia, yang berjudul “FMCG Marketing: Spend or Waste?” mengungkap bahwa hanya 34% dari martech stack di FMCG yang benar-benar diukur kontribusinya terhadap business outcome, seperti sales lift atau loyalitas pelanggan.
Ini artinya, mayoritas tools berjalan tanpa kejelasan arah atau tolok ukur yang konkret.
Jika ingin tahu bagaimana brand FMCG terbaik di Indonesia menyusun framework KPI untuk tools digital mereka, unduh white paper Redcomm sekarang di Peluang & Tantangan Bisnis FMCG di Indonesia Tahun 2025 dan Strateginya.
3. Investasi Pelatihan dan Super User di Internal

Tools secanggih apa pun tidak akan menghasilkan apapun jika tidak digunakan oleh SDM yang kompeten.
Oleh karena itu, kamu mungkin perlu menunjuk satu orang di tiap tim sebagai “super user” atau orang yang benar-benar menguasai tools tertentu dan bisa jadi rujukan internal.
Beri akses pelatihan formal, waktu untuk eksplorasi, dan dukungan dari manajemen. Super user ini nantinya bisa melatih anggota tim lain dan memastikan tools dimanfaatkan secara optimal.
4. Integrasikan Data antar Sistem
Martech akan bekerja maksimal jika sistem saling terhubung. Integrasikan antara CRM, CDP, campaign manager, trade spend platform, dan retail media dashboard, agar kamu bisa melihat customer journey secara utuh.
Misalnya, data dari retail bisa memberi insight ke tim brand untuk membuat konten lebih relevan; yaitu data dari CRM bisa dipakai untuk segmentasi campaign digital. Dengan integrasi, pengambilan keputusan akan lebih cepat, berbasis data, dan akurat.
5. Gunakan Martech untuk Insight dan Prediksi
Banyak brand FMCG hanya memakai tools untuk dokumentasi: misalnya untuk menyusun laporan mingguan.
Padahal martech bisa lebih dari itu. Gunakan data untuk memahami perilaku pelanggan, mengukur efektivitas promosi, dan bahkan memprediksi tren penjualan atau demand musiman.
Tools seperti AI-based analytics atau predictive modeling bisa menjadi senjata strategis jika digunakan untuk keputusan nyata, bukan hanya untuk melengkapi laporan saja.
Kesimpulan
Teknologi marketing seharusnya memperkuat strategi, bukan sekadar mempertebal invoice. Jika digunakan dengan benar, tools yang kamu miliki bisa menjadi motor pertumbuhan bisnis FMCG Anda. Tapi jika dibiarkan nganggur, hanya akan menjadi sumber kebocoran anggaran.
Kamu bisa juga lho menghubungi Kontak Redcomm untuk mendiskusikan efisiensi penggunaan martech yang sesuai dengan kebutuhan bisnismu.
Note: Semua ilustrasi gambar dalam artikel ini dibuat menggunakan AI Google Studio
Ini real di lapangan kondisi sebenarnya begitu. Banyak brand buru-buru beli tools karena FOMO, tapi nggak ngerti cara pakainya. Sayang banget sih, padahal potensi datanya gede. Mending audit dulu sebelum belanja lagi ya mbak.
Bener mbak Mutia, fomo terlalu pengen terlihat keren, tapi belum siap secara sumber daya, sehingga bisa jadinya tools nganggur, akhirnya menimbulkan banyak masalah, termasuk hanya terfokus pada operasi saja tanpa upaya optimasi.
Memang ya, sejatinya membeli sesuatu itu harus digunakan agar bermanfaat. Begitu juga tools yang akan dibeli. Pastikan sesuai kebutuhan dan bermanfaat. Jangan sampai malah pemborosan karena dianggurin karena tidak paham cara pakainya.
Hoo saya jadi paham garis besar manfaat martech dari artikel ini meski yang dibahas mengenai kurang optimal penggunaanya.
Sepakat sih sebaiknya semua data dan martech saling terintegrasi agar mampu memberi dampak kontribusi nyata pada perusahaan Fast Moving Consumer Good
Aku tahunya baca artikel blog kalau Redcomm tuh bergerak di digital marketing. Ternyata luas banget dan surprise-nya lagi banyak manfaat yang belum sepenuhnya digunakan.
Salah satunya adalah penggunaan Artech FMCG. Padahal tools tersebut bisa memprediksi perilaku pelanggan loh…
auto searching FMCG ternyata singkatan dari fast-moving consumer goods
bahasannya berat nih, banyak kata yang gak paham seperti : marketing technology (martech) stack, mulai dari CRM, CDP, automation tools, retail media platforms etc
apalagi untuk UMKM yang ribet ngurus produksinya ya? Karena itu paling aman serahkan aja tugas digital marketing ini ke Redcomm
Investasi tools tapi gak bisa menggunakannya secara maksimal ya sama dengan buang-buang duit. Kadang pengusaha juga FOMO sih. Pengen terlihat up-to-date, kekinian, dan tools terbarukan tapi nyatanya tak mampu memaksimalkan fungsi tools tersebut untuk menguatkan usaha. Ini sepertinya yang terjadi pada banyak start-up yang terpaksa/dipaksa gulung tikar sebelum berkembang.
Tools secanggih apa pun tidak akan menghasilkan apapun jika tidak digunakan oleh SDM yang kompeten.
Setuju sekali sama istilah itu.
Entah kenapa kok aku bayangin robot polisi, ya, hahaa
ngga nyambung emang.
Tapi garis besarnya, membeli alat / tools yang ngga terlalu berpengaruh bahkan indikasinya berujung nganggur itu hanya akan bikin kerugian doang.
Wah Redcomm lengkap ya termasuk bantu efisiensi penggunaan martech yang sesuai dengan kebutuhan bisnis dari sisi teknologi marketing sehingga pelaku usaha bisa memperkuat strategi. Kalau begini tools yang dimiliki bisa menjadi motor pertumbuhan bisnis FMCG dan tak lagi menjadi sumber kebocoran anggaran pastinya.
Halo Mbak Filia,
Aku ikut antusias membaca pembahasan tentang MarTech dalam industri FMCG yang Mbak tulis. Gaya penulisannya sangat enak dibaca—detail tapi tetap mengalir, bikin aku bisa langsung paham bagaimana teknologi pemasaran bisa mendongkrak brand awareness dan engagement di era digital ini.
Aku paling tertarik dengan contoh-contoh praktisnya—misalnya penggunaan AI untuk analisis perilaku konsumen, serta integrasi omnichannel yang semakin menjadi andalan. Penjelasan tentang segmentasi audiens berbasis data juga sangat eye-opening. Rasanya jadi ingin segera terapkan insight ini untuk brand yang aku follow!
Terima kasih banyak sudah berbagi wawasan terkini dan inspiratif. Semoga semakin banyak brand FMCG yang memanfaatkan MarTech secara efektif, ya
Betul terkadang kebanyakan membeli tools tapi sesaat juga lupa apa saja yang sudah dibeli sehingga kelupaan menggunakannya
Wah kalau mahal2 beli tools trus nganggur lumayan ngaruh juga tu ke keuangan usaha, bisa boncos. Perlunya meneliti dulu tools apa aja yang dibutuhkan dan emang akan benar2 kepakai sebelum membelinya dan tentu saja mempersiapkan SDM yang tepat buat operatornya.
Kalo dipikir² iya juga sih ya, banyak tools yang beredar dan ngetren, tapi ternyata belum bisa menjawab kebutuhan yang diharapkan alias belum jadi solusi. Ini nih perlunya digital marketing yang memahami kebutuhan tersebut
Dengan persaingan yang semakin ketat, harus semakin cerdas membuat strategi marketing. Makanya sayang banget kalau gak digunakan secara maksimal.
Biasanya tools tuh trial and eror gasii??
Misal “Kayanya perluu…” tapi ternyata pas uda langganan, kurang kepakai. Asa sayang ya.. tapi MarTech dalam industri FMCG ini memang perlu didalami bersama Redcomm.
Uda paling simple dan bisa memangkas biaya-biaya kurang penting lainnya.