FIX Naik Bandros

“… Naik Bandros berasa keliling Indonesia …”

Weekend tentu menjadi satu moment yang paling ditunggu-tunggu oleh para pekerja. Tidak terkecuali denganku dong ya Sahabat Filia. Kalian juga begitu kan? Kali ini aku akan sedikit bercerita pengalaman weekend kemarin. Bukan sebuah kebetulan sih sebenarnya bisa berkunjung ke Kota Bandung. Tepatnya, aku kesana karena memang ada sebuah acara yang dihelat oleh KMO Indonesia dengan tajuk Jumpa Penulis 2019. Acaranya di Graha Pos Indonesia. Yupz, karena itulah aku bisa main-main di Kota Bandung akhir pekan kemarin, tanggal 14-15 Desember 2019. Lalu apa saja sih yang ku lakukan di sana? Kalian bisa terus baca untuk menyimak kisahnya.

Pagi Hari di Kota Bandung

Aku tiba di Stasiun Bandung sekitar pukul tiga pagi, menjelang subuh. Saat turun dari kereta, aku langsung dihadapkan dengan udara dingin Kota Bandung. Nggak sampai bikin menggigil sih, pokoknya bikin bbbrrr lah ya. Beda banget dengan Semarang yang udaranya panas. Sembari menghangatkan badan, aku dan seorang sahabat dari Depok yang sudah menunggu di sana sejak tengah malam, memilih berjalan kaki ke Masjid Raya Bandung. Lokasinya di dekat alun-alun dan kami tempuh sekitar 20 menit bermodalkan google map. Asyik banget lho, ditambah belum banyak kendaraan lalu lalang. Meski saat itu, miris sekali rasanya melihat beberapa orang tidur di jalanan.

“Mereka udah nggak perduli lagi sama kesehatan ya Yun. Yang penting bagi mereka adalah gimana caranya mendapatkan uang,” begitu komentar sahabatku waktu itu.

“Itu kenapa jangan pelit-pelit berbagi sama sesama.”

Setelah membersihkan diri dan menunaikan kewajiban di masjid, kami beristirahat sejenak di sana sembari menunggu terang. Niatnya memang mau backpacker begitulah. Jadilah, kami sekalian mencari sarapan di sekitar alun-alun Kota Bandung. Pilihan kami jatuh pada nasi soto yang ada di sudut alun-alun. Dari rasanya sih beda banget sama soto yang biasa aku nikmatin. Tapi, nggak papa. Kala lapar melanda, makanan apapun jadi terasa nikmat. Hehe…

“Yun, kita naik Bandros yuk!” ajak temanku.

Oke, karena aku nggak punya pilihan, jadilah aku ikutin ajakan dia.

Pengalaman Naik Bandros

Shelter Bandros

Bandros adalah singkatan dari Bandung Tour On Bus. Jadi, kita bisa mengelilingi Kota Bandung dengan Bus yang sudah tersedia. Menurut guide yang bertugas ada tiga shelter pemberhentian Bandros dan setiap shelter memiliki armada bis yang berbeda warna. Salah satunya adalah di alun-alun Kota Bandung pilihan kami. Bandrosnya berwarna biru. Blue Bus.

Rute Naik Bandros
Sumber : www.infobdg.com

Biaya

Kalian hanya perlu mengeluarkan biaya sejumlah Rp. 20.000 saja, Sahabat Filia. Selanjutnya kalian akan duduk santai di bis dan mendengarkan tour guide menjelaskan tempat-tempat yang dilalui. Oh iya, meski kalian cuma datang sendirian atau berdua dengan teman, kalian tetap bisa naik Bandros lho ya. Nggak harus bawa rombongan.

Tiket Naik Bandros
Dok. Pribadi

Rute Bandros

Setelah membayar biaya dan bis sudah penuh penumpang, maka petualangan pun dimulai. Ingat ya Sahabat Filia, ada beberapa peraturan ketika kalian berada di dalam Bandros, diantaranya :
1. Kalian nggak boleh mengeluarkan anggota badan. Ini jelas, di kendaraan apa pun peraturan ini pasti berlaku.
2. Kalian nggak boleh sombong. Nah lho. Apa hubungannya? Ini mungkin hanya jokes yang dilontarkan oleh guidenya saja. Namun, berada di Bandros kalian akan menjelma menjadi seorang wisatawan lokal. Ada kemungkinan menjadi pusat perhatian warga lokal. Jadi, ya begitulah. Hehehe…

Bandros berwarna biru memulai petualangan dari alun-alun Kota Bandung melewati Jalan Braga. Konon katanya jalan ini adalah jalan pertama yang di aspal. Lalu saat ini apa bedanya dengan jalan lain? Apa menariknya? Well, menurut Kak Imel Sebastian, tour guide kami saat itu, Jalan Braga saat ini bukan lagi terbuat dari aspal. Inilah menariknya, jalan ini bermetamorfosis menjadi jalan yang terbuat dari batu andesit.

Guide Naik Bandros
Dok. Pribadi

Selanjutnya, Bandros menuju Jalan Seniaraja melewati Taman Balaikota yang merupakan taman tertua di kota Bandung. Kami juga ditunjukkan Balaikota yang dulunya digunakan sebagai gedung kopi oleh salah satu tuan tanah.

Setelah itu, kami diajak melalui Jalan Dago. Ada gedung tiga warna di sana. Menurut Kak Imel, gedung inilah yang digunakan untuk menyebarkan teks proklamasi di jaman kemerdekaan. Selain gedung tiga warna, ada taman tematik yang bernama Taman Radio.

Bandros terus melaju menuju Jalan Raya Diponegoro dimana ada Gedung Sate yang dibangun pada tahun 1920-1924. Mengapa dinamakan gedung sate? Karena puncak gedungnya seperti tusuk sate. Konon, warga Bandung memberi julukan sebuah benda berdasarkan seperti apa yang terlihat. Jadilah, nama gedungnya seperti itu. Hehehe …

Ada Taman Lansia setelah Gedung Sate. Namun, tidak seperti namanya, taman ini sama sekali tidak khusus dikunjungi oleh para lansia. Nah, disinilah sopir Bandros memberi waktu sekitar 15 menit untuk kami transit. Kami dibebaskan masuk ke Museum Geologi, museum terlengkap dan terbesar di Asia. Dan rasanya waktu segitu nggak akan cukup untuk bisa menikmati apa yang tersaji di dalam gedung. Jadilah, kami terpaksa puas hanya menikmati bagian halaman gedung museum saja.

Selepas dari Museum Geologi, Bandros yang kami naiki menuju ke Jalan Cisangkuy. Di sana terkenal dengan yogurt sesuai dengan nama jalannya. Ada juga Pasar Sogo, tempat menjual barang bekas dan barang antik. Mengenai kuliner, di jalan ini ada Mie Kocok Mang Daeng. Lagi-lagi, sayangnya kami nggak bisa mampir dan mencicipi bagaimana keunikan rasanya.

Dari sini, kami berbelok ke Jalan Lombok, lalu ke arah Jalan Aceh dimana ada Rumah Kentang di sana. Mitosnya, jika kalian jalan sendirian malam-malam dan mencium kentang, maka hantunya benar-benar ada. Benar atau nggaknya mitos itu, nggak ada yang tahu. Kalau kalian mau membuktikan boleh saja lho, Sahabat Filia. Selanjutnya ada Taman Maluku yang merupakan taman ketiga tertua di Bandung.

“Bapak-bapak, ibu-ibu terasa tidak kalau sejak tadi kita sudah keliling Indonesia?” tanya Kak Imel tiba-tiba.

Eh, kalau dipikir-pikir iya juga ya. Jalan Lombok, Jalan Aceh dan Taman Maluku. Belum lagi Jalan Sumatra yang dilalui setelahnya. Benar-benar rasa keliling Indonesia, euy.

“Cuma di Bandung, naik Bandros berasa keliling Indonesia ya,” celetuk Kak Imel lagi yang mengundang gelak tawa kami para penumpang Bandros.

Sebelum kami sampai di tujuan akhir yang merupakan titik awal kami tadi, kami masih disuguhi satu lagi Gedung iconik Kota Bandung. Gedung Asia-Afrika, tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika. Kali ini kami memutuskan untuk nggak sekedar numpang lewat saja, tapi kami akan masuk ke sana.

Itulah pengalaman pertama kami naik Bandros. Kalau kalian punya cerita naik Bandros dari shelter lain selain alun-alun, boleh lho diceritakan di kolom komentar. Jadi, Sahabat Filia Suka Nulis, apa cerita weekend kalian?

With Love
My Another Blog

Related Posts

20 thoughts on “Naik Bandros Rasa Keliling Indonesia

  1. Wiiih senengnya bisa naek Bandros. Aku kmrn pas ke Bandung gak sempet mba, soalnya pas liburan jadi yg antri panjang sekali dan akhirnya kita kehabisan tiket suruh balik lagi besok hahaha. Ya kali bisa,soalnya kita udah mau cuss ke Jakarta. So yowes, melipir aja, popotoan trus jajan di warung kopi deket situ

  2. Whaa seru juga yaa… Jadi pengen ke bandung dan keliling kota naik Bandros. Kalau anakku kayanya akan milih warna Pink atau ungu nih. Btw, harga anak sama aja ya 20ribu juga?

    1. Kemarin sih saya kebetulan bareng sama rombongan yang ada anak-anaknya, Mbak. Dan mereka bayarnya sama saja sih, Nggak ada bedanya. Hehehe

  3. Wah… ke Bandung ngga bilang-bilang, kan bisa naik bandros bareng kita. Hehe. Aku sih waktu itu naik bandrosnya sewa sama rombongan kelas anakku plus emaknya. Jadi rutenya bisa milih sendiri. Seruuu.

  4. Wuih asyiknya naik bandros. Saya sudah ke Bandung lebih dari 3 kali tapi tak pernah sekalipun mencoba naik bandros. Ah semoga lain waktu ke Bandung lagi dan menikmati naik Bandros, amiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *